"Ulangi lagi! Bagaimana mungkin kau tidak bisa mantera sederhana begini?!" Bentak guru sihir Suri dan Amarilis yang baru. Seorang pria tua dengan janggut panjang melambai.
"Suri, aku kan sudah bilang tentang mantera-mantera dasar!" Bisik Amarilis dari seberang meja.
"Aku kan tidak mungkin menguasainya dalam semalam!" Sahutnya.
Amarilis sebelumnya sudah memberikan buku-buku mantera dasar untuk dipelajari Suri. Bagaimana mungkin penyihir dewasa yang mendaftar di sekolah lanjutan tidak menguasai mantera dasar?
Saat ini mereka sedang berada di dalam kelas pelajaran sihir. Sebuah ruang sumpek dengan barang-barang sihir berjubel di lemari-lemari usang di sepanjang dinding dalam ruangan berbau kayu terbakar itu. Penerangan yang remang semakin membuat kesan muram di ruangan itu.
"Harusnya kita mempersiapkan ini sebelum merubah wujud!" Sesal Suri.
"Oh ya! Bagaimana mungkin kita bisa bersiap-siap sementara otakmu hanya berisi rencana untuk berubah wujud!" Balas Amarilis.
"Diam!!" Bentak pria tua guru baru mereka. "Dengar! Aku tak akan memulai pelajaran jika diantara kalian masih ada yang tidak bisa mantera dasar!" Lanjutnya. Perhatian seisi kelas yang beranggotakan lima belas orang itu langsung tertuju ke arah Suri dan Amarilis. Tatapan mata mereka seolah mengisyaratkan ketidak sukaan mereka akan dua siswa baru ini.
Dengan berat hati Suri kemudian membereskan buku-bukunya dan melangkah keluar kelas.
"Tunggu! Suri! Kau mau kemana?!" Desis Amarilis saat Suri melintasi mejanya. Dengan terburu-buru Amarilis merapikan barang-barangnya dan mengikuti jejak Suri meninggalkan ruang kelas suram itu
.
"Nah! Tidak ada yang perlu diperhatikan! Ayo mulai pelajaran!" Suara pria itu menggema sampai ke lorong di depan kelas.
"Suri! Tunggu!" Panggil Amarilis yang mengejar Suri yang berjalan dengan langkah-langkah cepat.
"Apa?!" Tantangnya.
"Kenapa pergi?" Tanya Amarilis saat ia berhasil menghampiri Suri.
"Kau tanya kenapa?! Mereka menatapku seakan-akan aku ini idiot! Memangnya kau tidak dengar tadi pria itu bilang apa? Dia bilang dia tidak akan mengajar jika masih ada yang tidak menguasai mantera dasar! Jika masih ada AKU! Ah,kau! Kau jenius! Kau hapal semua mantera bahkan mantera yang terpikir olehku saja tidak! Kau harusnya tetap di kelas!" Bentak Suri dengan jengkel.
Amarilis membelalakkan mata karena kaget. Suri tak pernah membentaknya sebelum ini.
"Kenapa kau seperti menyalahkan aku?" Tanya Amarilis.
"Hah? Menyalahkan mu? Kau jenius dan aku menyalahkanmu?" Tanya Suri sinis.
"Nada bicaramu seperti menyalahkanku! Hey, ingat ya! Kau yang memintaku membantumu merubah wujud! Membuatmu dewasa! Aku yang membuat ramuannya sesuai keinginanmu!" Balas Amarilis kesal.
"Ya! Hanya kau yang melakukannya! Aku lupa kau luar biasa jenius! Nah, kenapa kau tidak kembali ke kelas dan belajar sihir tingkat lanjutan bersama dengan para jenius lainnya?!" Bentak Suri sambil menyerahkan buku-buku yang sempat diberikan Amarilis.
"Ya! Kau benar!" Sahut Amarilis kesal sambil memutar tubuhnya dan berjalan cepat-cepat ke arah kelas.
Suri pun berlalu ke arah sebaliknya.
"Sial!" Maki Suri dan menyandarkan dirinya di sebuah pohon cheddar besar yang ada di tengah padang rumput di belakang bangunan sekolahnya. Ia begitu kesal pada dirinya sendiri. Ia menyesal karena begitu terburu-buru mengikuti hawa nafsunya untuk mempelajari sihir lanjutan, padahal tentunya seseorang harus menguasai dasar suatu hal baru bisa mempelajari tingkat lanjutnya.
Ia juga membentak Amarilis tadi.
Tiba-tiba saja ia merasa sendirian. Benar-benar sendirian. Padang rumput itu terlalu sunyi. Tidak ada kicauan burung, dengungan serangga, bahkan hewan-hewan lain yang merumput pun tak ada.
Angin sedingin es berhembus begitu kencang dan tajam. Seolah berusaha menggores kulit wajahnya yang tak tertutup pakaian. Dengan refleks Suri langsung menutupi wajahnya dengan lengannya. Inikah mengapa tak ada seorangpun--sesuatupun di tempat ini? Helaian rumput-rumput berterbangan mengikuti arah angin, karena terpotong tajamnya angin.
Hembusan tajam itu terus bertiup kencang dan semakin kecang, hingga entah setelah berapa lama, anginya berhenti sama sekali. Seolah tak pernah terjadi apa-apa sama sekali. Aneh.
Belum selesai Suri terheran-heran akan peristiwa tadi, ia dikejutkan oleh kehadiran sosok putih bersinar berkilauan menghampirinya. Sosnk putih itu datang dari arah angin tajam itu datang.
"Kucing?"
:to be continued:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar