Jumat, 18 Desember 2009

Adegan Memorable di New Moon

Image Hosted by ImageShack.us
Oke, mungkin agak telat ya ngebahas ini. Tapi setelah pengalaman tiga kali nonton New Moon, (Twilight gua nonton empat kali) gua menyimpulkan beberapa adegan yang memang memorable banget buat gua.

1. Adegan Bella tenggelam di Laut trus Bayangan Edward muncul.
Entah kenapa ya, ini adalah adegan favorit gua di New Moon. Sumpah romantis banget!!!!!!! Bayangan Edward muncul dari arah yang berlawanan dengan tubuh Bella pas dia tepar—pingsan di dalem air. Mungkin karena efek di dalem air plus slow-motionnya yang bikin gua bergetar gimaannnaaaa gitu (halah).

2. Adegan Nonton Barengnya Jacob-Bella-Mike.
Sumpah! Gua ngga nyangka banget kalo scene ini bakal jadi kocak! Saat nonton, Bella duduk diantara Mike dan Jacob, kedua-duanya ngarep banget bisa megang tangan Bella.

3. Adegan Jacob nolong Bella yang Jatuh dari Motor.
Adegan ini sempet bikin jantung gue berhenti berdetak sepersekiandetik. Oh my gosh. Jacob membersihkan darah Bella dengan membuka kausnya. Dear, God. Badannya……………………………………

4. Adegan Bella dan Edward Lari-lari di Hutan
Seisi gedung bioskop—cewe maupun cowo—termasuk gua juga, bersorak: “Jiiiiaaaaahhhhh….. India-he banget!!” Adegan ini berasal dari penerawangan Alice untuk masa depan Bella sebagai seorang Vampire. Digambarkan dengan Bella dan Edward berkejaran di hutan dengan kulit bella yang ‘blink-blink’ tersorot matahari dan kalo diperhatikan, warna mata Bella juga jadi merah.

5. Adegan Bella Loncat dari Tebing.
Setelah liat adegan ini gua langsung tertantang buat terjun bebas juga!!!! Hanya ada satu kendala sebenernya, untuk gua tidak melakukan hal yang sangat menantang tersebut; ngga akan ada cowok seksi yang nyelametin gua kalo gua kelelep. Ugh!

Itu aja kayaknya yang paling membuat gua kecanduan untuk nonton lagi dan lagi. Dan kekurangan…..
Film se-keren apapun juga pasti ada kelemahannya, begitu juga New Moon. Dan menurut gua;

1. Subtitle Bahasa Indonesianya SSUMPAHHH JELEEEKKK BANGEETT. Udah tahu bakalan lebih mirip ke novel, harusnya yang bikin sub-nya kerja sama atau konsultasi lah palingg ngga sama penerjemah novelnya. Huufff… gua sampe pebgen nindih itu subtitle rasanya. Kalo di suruh milih, lebih baik ngga ada sub-nya atau pake sub Inggris aja -.-. gara-gara sub yang jelek, ada beberapa adegan yang seharusnya menggigit jadi adem ayem, dan jokes-jokes jadi ga lucu. Aih!

2. Ngga Ada Adegan Yang Paling Gua Tunggu!!!!! AAAAAARRRGGHHH!!! Adegan yang gua maksud adalah adegan negosiasinya Bella yang minta jadi Vampire ke Edward yang berlangsung dalam kamarnya Bella (dalam novel). Padahal disitu rommmaannnnttiisssssss abissss pastinya -.- soalnya ada dialog Edward yang; “Before you Bella… bla bla bla” ituuuuu!!!! Aaaahhhhh!!!!

3. New Moon (film) kelewat maksaain untuk sedemikian rupa sama dengan novelnya. Ngga seperti Twilight yang menurut gua, ANJRIT KOK BEDA SAMA NOVELNYA????? New Moon cenderung memaksakan diri mengadopsi adegan di novel, yang jadinya, menurut gua, rada kurang nyambung. Kenapa? Yah lo bayangin aja novel setebel itu kalo di-film-in seutuhnya???? Harusnya di buat kayak Twilight (film) aja, jadi, yang belum pernah baca novelnya bisa tetep nyambung.

4. Clan Volturi di New Moon kok Gak Serem ya?
Serem yang gua maksud adalah 'kesan' seram gitu,,, seperti yang gua dapatkan di Novel. hhmmm... gimana mau deg-degan pas Edward menghadap Volturi (pas baca novelnya gua deg-degan tapi kok filmnya.....) kalo kesan 'angker'nya nga nampak?

5. Jacobnya Kelewat Ganteng.
Kalo di nove, gua terlanjur men-cap Jacob itu reseh, nyebelin, tukang ikut campur bla bla bla... walaupun di Breaking Dawn (buku ke empat) akhirnya gua malah jadi suka banget sama Jacob. nah, di filmnya, gua sungguh sungguh nggak sampai hati membenci Jacob. lo bayangnin aja, yang ada malah kesian. "Ya Allah, kok cowok se-hot itu dianggurin. ckck,"

Oke, segitu aja deh bahasan tentang New Moon. Walau bagaimanapun, gua akan dengan TIDAK SABAR menunggu kelanjutan ceritanya di Eclipse yang bakal tayang sekitar Juni tahun depan. AAAAAHHHH!!!!! KENAPA SIH JUNI BULAN KE ENAAAMMM????

posting.

anjrit. udah lama juga gua ga posting blog orz
oke. malem ini gua bakal nulis kelanjutan fic gua dan (mungkin) menemukan sumthin buat gua post (hope).

aaarrggh! terlalu banyak yang terjadi di bulan ini, gua jadi pusing! -.-
semoga semangat gua untuk nulis ga hilang! :D

Minggu, 06 Desember 2009

tentang tokoh di fan fic gua.

gua menyebutkan banyak banget tokoh di fan fic gua.
semua tokoh penting untuk di bayangkan seperti apa sosoknya, umtuk mendukung penggambaran cerita. gua memberi kebebasan pembaca menciptakan wajah atau rupa dari tokoh yang gua gunakan dalam fic gua. tapi ada beberapa yang gua ingin lo membayangkan dengan tepat.

1. tokoh Daniel.
yap, saudara-saudara. Daniel yang gua maksud di sini jelas adalah Daniel Pedrosa si pembalap itu. so, gua pengen lo membayangkan tokoh Dani ini dengan wajah:
Image Hosted by ImageShack.us

2. tokoh Francesc.
oke. Francesc yang gua maksud di sini jelas si Francesc Fabregas ya. dan yang wajahnya seperti begini:
Image Hosted by ImageShack.us

oke dua tokoh ini aja kok yang gua ingin pembaca membayangkannya dengan benar.
untuk si tokoh utama, Carla, gua memberikan keluasan imajinasi pada pembaca untuk mengkhayalkan seperti apa sosok Carla yang ada di fic gua lewat deskripsi yang sering gua selipkan di tengah-tengah cerita. :)
Carla di fic gua, aslinya adalah Carla pacar Cesc Fabregas. kalo ada pembaca yang udah pernah ngeliat sosok Carla si pacar Cesc Fabregas sebelumnya, ya silakan saja menerapkan wajah dan perawakan Carla ke tokoh 'Carla' di fic gua.
untuk yang belum, silakan ciptakan sendiri tokoh 'Carla' oke?

begitu juga dengan tokoh-tokoh pendukung lainnya selain tiga tokoh utama ini. silakan bayangkan sendiri seperti apa mereka. tentunya mengikuti deskripsi yang gua berikan ya, jangan melenceng terlalu jauh supaya nyambung... hehehe....
segitu aja, thaks buat yang baca :))

Jumat, 04 Desember 2009

Fan Fiction: Another Love Story 5.

Kisah Para Hantu

Aku terbangun di pagi hari karena bunyi jam weker yang berdering kasar. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. Memastikan aku sudah terbangun—terbebas dari mimpi anehku semalam. Semalam aku bermimpi sedang berada di sebuah ruangan gelap gulita. Aku mencoba mencari jalan keluar tapi tidak ada yang kutemukan. Aku sendirian dan mulai putus asa. Menggapai-gapai udara berharap menemukan pintu untuk keluar. Aku bersyukur jam weker yang bunyinya sama sekali tidak enak itu telah membangunkan aku sebelum aku mulai gila dalam mimpiku sendiri.
Aku berdiri dengan lunglai merambat di dinding. Padahal hanya mimpi aku terseok-seok di ruangan gelap, tapi sepertinya keseimbangan tubuhku memburuk. Kakiku lemas dan kepalaku pening. Tiba-tiba aku melihat Cesc muncul dihadapanku.
“Carla?” Sepertinya dia menyadari keadaanku. Aku jatuh terduduk di lantai dapur, dengan sebelah tangan memegangi kepalaku yang terasa aneh. Tanpa banyak bicara Cesc menggendongku kembali ke tempat tidur, merebahkanku disana. Walau tubuhnya dingin membeku, tapi aku bersyukur aku tak perlu berjalan untuk kembali ke kamarku.
“Sebentar, kuambilkan kau sesuatu” Katanya sambil menarik selimut dan meyelubungi tubuhku hingga sebatas leher. Sedetik kemudian dia lenyap. Aku memejamkan mata. Aku cukup sadar kalau aku sedang sakit. Tubuhku terasa tidak enak. Kepalaku pening bukan main, dan lidahku terasa pahit—seperti saat setelah meminum teh herbal yang pekat. Perutku jadi mual membayangkan teh herbal pekat yang dibuat ibuku musim semi lalu. Tak lama kemudian Cesc kembali sambil membawa secangkir susu cokelat panas, uap panas menguar dari cangkir yang dibawanya. Dia meyerahkan cangkirnya kepadaku. Dan saat aku meminumnya, susunya sudah tidak panas—hanya hangat suam-suam kuku. Aku tahu ini pasti karena suhu tubuhnya yang tidak normal. Tangannya yang seperti es pasti telah mendinginkan susu panas ini.
“Kau pucat sekali, Carla. Apa yang bisa aku lakukan untukmu?” Tanya Cesc dengan wajah bingung. Mungkin ini kali pertama dalam kehidupan hantunya ia berusan dengan manusia yang sedang sakit.
“Tidak, aku baik-baik saja” Jawabku. Keadaanku memang lebih baik setelah menghabiskan secangkir susu cokelat hangat. “Aku rasa aku melewatkan makan malam” Kataku menebak-nebak penyebab keadaanku. Dan itu benar, semalam aku tidak makan apapun karena sedang menghadiri pertmuan hantu yang pesertanya—mayoritas, tidak butuh makanan normal. Padahal aku tahu aku pasti langsung lemas kalau melewatkan jam makan. Tapi, siapa sih yang punya nafsu makan saat dikelilingi hantu-hantu? Aku bahkan tak merasa lapar—sama sekali, semalam.

Wajah Cesc masih terlihat cemas. Wajah hantunya yang pucat semakin memutih karena panik.
“Bisa buatkan aku secangkir lagi? Ini sangat membantu” Kataku sambil menyerahkan cangkir kosong dalam genggamanku kepadanya.
“Tentu” Kata Cesc sambil menghilang. Aku rasa aku sudah terbiasa dengan keganjilan ini. Saat dia tiba-tiba muncul atau sebaliknya. Tak sampai lima menit dia sudah kembali dengan susu coklat panas—yang langsung berubah hangat saat ia memberikannya padaku.
“Aku bisa menelepon dokter untukmu” Katanya saat aku meneguk susu buatannya. Hantu ternyata bisa membuat susu ya? Rasanya lumayan. Dia mau menelepon dokter? Oh, yang benar saja, memangnya apa yang akan dikatakannya pada dokter di ujung telepon? ‘halo, bisa datang ke flat-ku sekarang? Teman manusiaku sedang sakit, aku tidak tahu ia sakit apa, sudah lama sekali aku tidak sakit’. Aku meringgis membayangkannya
“Tidak usah, aku sudah jauh lebih baik. Trims, susu buatanmu enak” Kataku sambil menyeringai. Merebahkan diri ke tumpukan bantal-bantal. Aku menoleh kearah jam weker di meja di sebelah tempat tidurku. Jam setengah delapan.
“Tidak perlu pergi bekerja kalau kau masih lemah” Katanya. Mengingatkan aku bahwa pemilik toko tempatku bekerja adalah sepasang penyihir.
“Aku tidak apa-apa, aku hanya butuh semangkuk—atau dua, sereal. Aku lapar sekali” Jawabku. Setelah beberapa menit berbaring, aku membuka selimutku dan mencoba berdiri. Kali ini aku sudah dapat berdiri dengan benar. Ternyata dua cangkir susu cokelat hangat ampuh juga.
“Hati-hati” Saran Francesc saat aku berjalan menuju dapur. Saat aku sampai di dapur, ternyata Cesc sudah tiba di sana lebih dulu.
“Bisa tidak kau ajari aku berteleport seperti itu? Sepertinya simpel sekali untuk bepergian” Komentarku sambil menuang sereal ke sebuah mangkuk besar. Cesc tertawa mendengarnya.
“Ya, kau sudah sehat sepenuhnya” Katanya yakin saat melihatku melahap sereal-sereal dengan semangat. Aku sungguh sangat berterimakasih kepada para jenius di masa lalu yang telah menemukan sereal dan mengemasnya di kemasan karton yang simpel, sehingga orang-orang yang malas—atau tidak sempat memasak untuk sarapannya sendiri bisa tertolong.
“Kau mau? Ini enak” Tanyaku sambil menyodorkan kotak sereal kepadanya.
“Aku tidak makan, Carla” Jawabnya.
“Oh, ya. Tentu. Bodohnya aku. Maaf,” Aku merasa sangat tolol telah menawari hantu makanan manusia.
“Tidak masalah. Sudah lama sekali tidak ada yang menawariku sarapan” Katanya sambil tertawa. Ya, sudah seabad lebih. Itu memang benar-benar lama. Aku tersentak kaget saat menyadari ada sesuatu yang kurang. Dwight dan Coleen. Bukankah semalam mereka masih disini?
“Dimana mereka?” Tanyaku dengan mata was-was kearah Cesc.
“Siapa? Dwight dan Coleen? Mereka sudah pergi saat tengah malam” Jawab Cesc enteng. Seolah bepergian di tengah malam itu hal biasa. Ya, hal biasa untuknya—mereka. Aku menghela napas puas. Aku tidak begitu menyukai Dwight. Tatapan matanya aneh, iris matanya yang hitam pekat seperti sedang mengincarku, menunggu saat aku lengah dan menyeretku kedalam ruangan gelap gulita tak berbatas seperti di mimpiku semalam. Selain itu dia juga seenaknya mengacak-acak isi kepalaku. Lain halnya dengan Coleen. Dia baik-baik saja menurutku—dan sangat cantik. Rambut pirang kemerahannya sungguh indah. Terasa sangat halus dan ringan menggantung di bahunya yang ramping. Matanya juga tak kalah indah. Iris matanya merupakan kombinasi antara ungu dan merah, sangat serasi dengan rambut indahnya. Suaranya yang merdu bisa dengan mudahnya membuat seeorang menyangkanya seorang penyanyi gereja. Aku heran jadi seindah apa suaranya saat ia bernyanyi?
“Kau tidak menyukai mereka, Carla?” Tanya Cesc.
“Coleen baik-baik saja, tapi Dwight… menyebalkan” Kataku menyiritkan alis. Aku tidak menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan kecemasanku saat ada dia. Cesc tersenyum mendengar pengakuanku.
“Dwight memang begitu sejak dulu. Jahil dan… cuek” Jelas Cesc. Percakapan kami membuatku teringat akan semua detil dalam pertemuan kemarin, memunculkan beribu-ribu kalimat tanya dalam kepalaku.
“Darren itu… hantu jenis apa? Dia… berbeda” Tanyaku ragu-ragu. Kata ‘berbeda’ mungkin pas untuk menggambarkan sosok hantu Darren yang hitam-putih tak berwarna dan transparan.
“Darren Fletcher. Dia sudah seperti ayah untukku. Well, selain dia memang lebih tua, dia selalu bisa memberi solusi saat aku menghadapi masalah dengan hidupku yang abadi ini” Jelasnya. Cesc duduk di konter di dapurku. Meletakkan kedua tangannya di atas paha. Aku duduk tepat di sisinya. Aku merasakan ada aura dingin menguar dari tubuhnya, seperti saat membuka lemari es di pagi hari.
“Menurut ceritanya, dia meninggal tahun 1345. dia berbeda, karena jiwanya tidak tertinggal sepenuhnya di dunia sepertiku” Katanya kemudian. Aku menyimak penjelasannya dengan seksama. Hal-hal seperti ini selalu membuat aku tertarik.
“Begini, kalau aku, jiwaku-lah yang tertinggal di dunia saat aku mati. Tapi dia berbeda. Sesungguhnya jiwanya sudah pergi ke tempat yang benar—seperti yang aku ceritakan padamu waktu itu, saat dia mati. Yang tertinggal di dunia hanyalah auranya” Kata Francesc dengan detil. Menatap mataku serius saat dia berkisah.
“Aura?” Tanyaku.
“Ya, itu seperti sulur-sulur energi yang menyelubungi tubuh, berpendar-pendar dengan harmoni. Setiap makhluk yang masih hidup memiliki aura, dan warnanya bermacam-macam. Aura juga dipengaruhi oleh keadaan si-hidup—seolah-olah ia juga ikut hidup bersama. Saat dia senang, sedih, atau sakit, warna dan pencaran aura akan berubah” Jelas Cesc kepadaku. Aku membayangkan sekumpulan orang dijalan dan tubuhnya berpendar warna-warni seperti lampu neon di pusat pertokoan. Ada yang merah, kuning, hijau seperti pelangi.
“Auraku warnanya apa?” Tanyaku penasaran.
“Hijau. Cerah dan… kelewat antusias” Katanya sambil tertawa. Aku lalu membayangkan aku-lah yang berpendar hijau dari orang-orang yang aku bayangkan tadi. Aku mengernyit aneh membayangkan tubuhku berpendar seperti neon.
“Yang terjadi pada Darren, auranya masih terus berpendar saat dia mati. Dia spesial—menurutku. Kau bayangkan saja, makhluk hidup yang mati pasti auranya akan meredup, kemudian padam—ikut mati bersama. Tapi dia tidak” Kata Cesc sambil tersenyum.
“Dia mengingat dengan jelas seluruh kejadian yang dialaminya saat dia masih hidup, dia berpikir, tertawa, juga menangis. Dia memiliki akal dan emosi, hanya saja wujudnya tidak padat sepertiku dan tidak berwarna” Tutur Cesc.
“Dan dia juga melayang, seperti hantu sungguhan” Tambahku. Cesc tertawa mendengarnya. Hantu sungguhan. Seolah-olah yang sekarang duduk di sampingku ini bukan hantu.
“Dia selalu beranggapan bahwa dirinya yang sekarang adalah hanya sebagian kecil dari dirinya yang sesungguhnya, yang sudah kembali ke pangkuan Tuhan. Karenanya dia tidak pernah mengeluh menjalani kehidupan abadi ini, karena dia percaya, dirinya yang sesungguhnya sudah bahagia di tempat yang benar” Kata Francesc menutup ceritanya tentang Darren. Aku mengangguk setuju. Kalau yang tertinggal di dunia hanya auranya, berarti jiwa orang itu sudah kembali ke tempat yang benar. Tapi kasihan sekali aura yang tertinggal itu, ikut hidup tapi tidak ikut mati—mengalami tahap selanjutnya dalam siklus kehidupan. Tapi menurut penuturan Cesc barusan, yang mengatakan bahwa Darren itu spesial—berarti sangat jarang ada kasus ‘aura yang tertinggal’ ini. Suasana hening sejenak saat aku mencerna nformasi yang baru aku dapatkan.

“Mau ceritakan aku tentang Coleen?” Tanyaku antusias, aku penasaran dengan sosok rupawan itu.
“Tentu. Coleen dan Dwight…” Aku memotong ceritanya dan protes.
“Aku tidak memintamu menceritakan tentang Dwight sekalian” Protesku. Aku sudah bulat untuk tidak menyukai ‘tukang intip isi kepala orang’ itu.
“Merka bersama-sama, Carla. Sulit memisahkan ceritanya. Tapi akan kucoba” Kata Cesc. Wah, beruntung sekali Dwight yang jahil dan menyebalkan itu berpasangan dengan Coleen yang cantik-tak-bercela. Aku menggerutu dalam hati. Tidak merestui hubungan mereka. Cesc mulai berkisah.
“Coleen hidup di pertengahan tahun 1400-an. Dia putri tunggal dari seorang pandai besi. Kalau tidak salah, nama keluarganya adalah Seamann. Dia tinggal berdua dengan ayahnya di sebuah desa kecil di dekat Merseyside. Ibunya meninggal saat melahirkannya. Seperti yang kau lihat, dia luar biasa cantik, begitu juga saat dia masih hidup. Dia terkenal karena kecantikan dan kelembutan hatinya. Suatu hari, saat usianya memasuki dua pukuh, ayahnya yang mulai sakit-sakitan meminta temannya yang seorang bangsawan bernama Campbell untuk merawat putri tunggalnya jika dia meninggal nanti” Cesc mengisahkannya dengan sangat baik. Aku sampai benar-benar sedang menyaksikan kejadian yang diceritakannya secara langsung.
“Tepat di usianya yang ke dua puluh satu ayahnya meninggal, Coleenpun tinggal bersama keluarga Campbell. Anak sulung keluarga itu, Ian Jr.—yang memang sudah sejak lama jatuh hati pada Coleen, melamarnya. Karena ingin membalas budi baik keluarga Campbell yang telah merawatnya selayaknya saudara sendiri, akhirnya mereka berdua menikah. Baru beberapa bulan menikah, Coleen menyadari ada sesuatu yang aneh dengan keluarga barunya. Mereka tidak pernah keluar rumah. Hanya para pelayannya yang bersosialisasi, dan itupun hanya pada kesempatan tertentu. Dan setiap malam bulan purnama, seluruh anggota keluarga pergi meninggalkannya sendirian di rumah untuk mengunjungi puri mereka di perbatasan. Colleen tidak pernah sekalipun diizinkan ikut. Karena penasaran, akhirnya pada suatu kesempatan, Coleen berhasil membuntuti mereka dengan menyewa sebuah kereta kuda” Francesc menegakkan tubuhnya, memperbaiki posisi duduknya. Seolah bersiap untuk menceritakan inti permasalahan.
“Di puri itu, Coleen menyaksikan keluarga Campbell sedang memangsa manusia, meminum darah mereka hingga tubuh mereka nampak kering dan pucat. Coleen sangat syok mengetahui keluarga barunya merupakan keluarga Drakula. Pemuja darah. Suami barunya kemudian menyadari kehadiran Coleen di luar puri, dan menyeretnya masuk, memaksa Coleen ikut bersantap bersama mereka” Jelas Cesc. Aku bergidik ngeri saat membayangkan si-cantik Coleen ikut meminum darah. Perutku terasa bergejolak, dan aku mulai mual.
“Bisa kita tinggalkan bagian itu? Aku mual” Pintaku.
“Ya, tentu. Maaf,” Kata Cesc saat menyadari keringat dingin mulai mengaliri pelipisku. “Coleen terus dipaksa menjalani ritual bulan purnama keluarga Campbell selama bertahun-tahun, hingga akhirnya Coleen sendiri-lah yang menantikan ritual itu. Dia menyadari, dengan meminum itu, dia sama sekali tidak bertambah tua, usianya masih di kisaran dua puluhan awal dan dia senang kecantikannya tetap terjaga. Sejak hari itu Coleen menjadi pemuja darah” Kata Cesc akhirnya.
“Secara teknis, dia manusia—masih hidup. Hanya saja ritual keluarga Campbell telah merubahnya. Dia menjadi gila akan darah. Taring akan tumbuh dari giginya setiap full moon” Kata Cesc. “Suatu saat, dia merasa muak dengan dirinya yang terisolasi dari dunia luar—hanya keluar untuk minum darah, sementara ia melihat orang-orang disekitarnya tumbuh, menjadi tua, lalu mati. Teman-temannya semasa kecil sudah menikah dan memiliki anak yang lucu-lucu. Yah, keluarga Drakula memang tak bisa menghasilkan anak dan itu membuat Coleen sedih. Dia akhirnya memutuskan untuk melarikan diri dari kediaman keluarga Campbell, keluarga Drakula dan pergi sejauh mungkin hingga mereka tidak bisa mengejarnya. Dia akhirnya sampai di Birmingham dan bertemu Dwight, yang saat itu belum menjadi vampir…” Francesc mengakhiri ceritanya dan menatapku. Otakku masih penuh dengan kemalangan Coleen yang tanpa dosa—dan bukan keinginannya sama sekali untuk menjadi pemuja darah.
“Ini sudah sampai pada bagian Dwight, kau mau aku berhenti atau…” Tanya Cesc.
“Lanjutkan saja” Pintaku. Kisah malang Coleen benar-benar menghanyutkan aku. Mendadak aku jadi penasaran pada Dwight yang menyebalkan itu.
“Tapi bukankah Merseyside dan Birmingham tidak begitu jauh? Pasti keluarga Drakula itu dengan mudah menemukannya” Tanyaku bingung.
“Saat itu belum ada jalan tol dan bus, Carla. Hutan masih bertebaran di sana-sini” Jelas Cesc dan aku tidak membantah. Dia benar. Perjalanan dari Merseyside ke Birmingham di masa lalu pasti berat.
“Coleen—akhirnya hidup berkelana, yang putus asa akan kehiduapannya saat itu memutuskan untuk tidak minum darah lagi seumur hidupnya” Cesc terdiam beberapa saat sebelum melanjutkan kebali ceritanya. “Dia mengira dengan tidak minum darah, dia akan cepat mati dan itu lebih baik menurutnya dari pada harus membunuh orang lebih banyak lagi” Cesc berdeham ringan. “Bulan pertama, dia masih kuat menahan nafsunya, bulan ke dua, ke tiga, dan hingga di pertengahan tahun, tubuhnya melemah, ia hampir tidak bisa merasakan seluruh tubuhnya. Ia terus makan—makanan normal, tapi ia tidak pernah merasa kenyang” Kata Cesc.
“Dia makan?” Tanyaku kaget. Kupikir hantu tidak ada yang makan.
“Ya, sudah kukatakan, dia tetap manusia” Jawab Cesc tanpa ragu.
“Coleen tidak sanggup mengalami penyiksaan tidak langsung ini, kemudian dia memutuskan untuk bunuh diri, mengiris pergelangan tangannya dengan sebuah pecahan batu yang runcing. Tapi dia gagal. Ternyata tubuhnya sudah menjadi kuat—tanpa disadarinya. Ia sama sekali tidak bisa melukai dirinya sendiri, bahkan untuk membuat luka kecil sekalipun” Kata Cesc.
“Dia tidak jadi bunuh diri?” Tanyaku.
“Tepatnya, ia tidak bisa bunuh diri saat itu, Carla” Cesc mengkonfirmasi. “Coleen semakin putus asa. Dan ia memutuskan untuk mogok makan, berharap dia bisa mati kelaparan kali ini” Jelas Cesc.
“Dia berhasil?” Tanyaku.
“Hampir. Tubuhnya sangat lemas. Ia tidak lagi bisa menggerakkan tubuhnya. Ia—yang diceritakannya, sangat senang sekaligus sedih saat merasa kematian akhirnya menghampirinya. Senang, karena akhirnya dia bisa terbebas dari kehidupan mistis yang selama ini dijalaninya, dan sekaligus sedih, ia harus mengakhiri kehidupannya dengan cara seperti ini” Cesc memandang langit-langit saat mengatakannya, seolah-olah hal yang sama juga terjadi padanya.
“Dia sempat berpikir tentang ketidakadilan Tuhan kepadanya. Ia merasa selama dia masih hidup bersama ayahnya, ia selalu menjadi gadis yang baik. Tidak pernah sekalipun melanggar peraturan kerajaan, atau norma setempat. Apa yang mungkin pernah dilakukannya hingga Tuhan harus menghukumnya begitu berat? Itu kalimat tanya yang mengganggu pikirannya hingga saat tubuhnya makin melemah dan akhirnya ia tak sadarkan diri. Coleen pingsan di tengah hutan. Tempat Dwight menemukannya saat berburu rusa” Papar Cesc. Wajahnya masih mengisyaratkan misteri. Entah itu berkaitan dengan Coleen dan Dwight atau malah tentangnya sendiri. Ia tak banyak cerita tentang dirinya sendiri. Ia hanya menceritakan bagaimana dia mati waktu itu.
“Dwight yang menemukannya langsung membawanya pulang. Dia mengira Coleen tersesat di hutan dan kelaparan. Pamannya yang seorang dokter ikut membantu Dwight memulihkan kondisi tubuh Coleen yang waktu itu benar-benar parah” Cesc melanjutkan ceritanya. “Dwight merawat Coleen layaknya adiknya sendiri. Dia teramat sangat bahagia karena selama ini dia tidak memiliki saudara. Ayahnya tewas saat perang dan ibunya meninggal tak lama setelah sang ayah gugur dalam perang. Itu terjadi saat dia masih berusia sembilan tahun, kemudian hak asuhnya jatuh ke pamannya yang seorang dokter. Bukan seorang yang hebat, tapi profesi sebagai dokter pada era itu masih sangat langka, karena itulah pamannya berkecukupan” Aku mengerutkan dahi, membayangkan kalau saja aku yang ada di posisi Dwight. Rasa jengkelku yang teramat sangat kepada Dwight langsung sirna entah ke mana. Aku menggigit bibir bawahku karena ngeri.
“Kau tahu? Coleen hampir saja membunuh Dwight saat tersadar” Kata Cesc sambil menyunggingkan senyuman penuh arti. Aku membelalak ngeri mendengarnya.
“Dia menyerang Dwight? Lalu apa? Apa yang terjadi?” Aku mendadak antusias—berlebihan. Mendadak aku mencemaskan si Dwight yang vampir itu.
“Tidak, dia tidak apa-apa. Saat itu Coleen masih sangat lemah sehingga Dwight berhasil mengatasinya. Tapi Coleen berhasil meminum sedikit darah Dwight. Dan saat itulah Dwight sadar apa sebenarnya Coleen itu” Kata Cesc. “Dwight mengikatnya di ranjang, dan memberi tahu pamannya. Setelah sang paman merawat luka di bahu Dwight, dia menghampiri Coleen dan memberi tahunya tentang Dwight yang selama ini telah merawatnya. ‘Aku tahu kau mungkin bukan manusia biasa, tapi hargailah sedikit dia yang menyelamatkanmu’ begitu ucap paman Dwight. ‘Aku tak pernah memintanya berbuat begitu! Kau tahu?! Gara-gara dia aku masih hidup sekarang! Padahal aku sudah hampir mati! Aku tidak mau hidup seperti ini!’ Coleen terus memberontak diantara ikatannya. Dwight memandangnya lirih. Dia tahu seharusnya Coleen tak mengatakannya kalau dia menjadi penghisap darah karena keinginannya, Dwight yakin dia tidak menginginkan ini.” Kisah Cesc. “Dwight berusaha membujuk Coleen untuk tetap hidup, menjaganya dari kehausan akan darah, dan dia berhasil. Lambat laun Coleen mulai membuka dirinya. Dia mulai percaya pada Dwight, bahwa kelainannya ini bisa sembuh. Kau tahu? Dwight sesekali membiarkan Coleen meminum darahnya saat Coleen mulai lepas kendali. Dwight tidak ingin Coleen menjadi pembunuh. Coleen pada awalnya sangat jijik dan putus asa akan apa yang dilakukan Dwight untuknya. Tapi dia percaya bahwa yang dlakukan Dwight adalah semata-mata untuk membebaskannya dari kutukan ini. Apalagi Dwight selalu mengatakan padanya kalau hanya sesekali Coleen melakukannya, tak akan membuatnya mati” Aku membayangkan Coleen menghisap darah Dwight,dan perutku mual.
“Suatu hari Dwight pergi berburu ke hutan. Ia suka sekali berburu. Ia membawa senapan angin peninggalan almarhum ayahnya dan berangkat pagi-pagi. Biasanya menjelang tengah hari ia sudah kembali, membawa seekor rusa atau paling tidak kelinci. Tapi sampai menjelang sore, Dwight belum kembali. Pamannya sangat ketakutan Dwight sudah dimakan singa gunung yang agresif. Karena bulan-bulan itu adalah masa kawin bagi singa gunung, mereka jadi ribuan kali lebih berbahaya jika sedang dalam musim kawin. Coleen juga ikut mencari Dwight bersama pamannya dan beberapa warga desa lainnya. Mereka menelusuri hutan yang biasanya didatangi Dwight untuk perburuan kecilnya” Papar Cesc. Aku ikut berdebar-debar menantikan kelanjutan nasib Dwight.
“Beberapa warga mulai berpencar saat hari mulai gelap. Coleen dan pamannya berada dalam rombongan besar mulai memasuki hutan lebih dalam, disana mereka menemukan senapan Dwight, tapi Dwight tidak ada dimanapun. Mereka kembali dengan tangan hampa kerena hari semakin gelap. Mereka memutuskan untuk melanjutkan pencarian esok paginya. Coleen terus menerus menangis sepanjang malam. Ia tidak pernah mengalami kehilangan seperti ini setelah kepergian ayahnya. Dwight sudah menjadi miliknya yang berharga selama ini. Darahnya juga mengaliri tubuh drakulanya. Dia sangat tidak siap kalau harus kehilangan orang yang disayanginya sekali lagi” Papar Cesc. Aku berpikir, ia menceritakannya dengan sangat sempurna, seolah olah ia juga bersama Coleen saat itu.
“Mereka tidak menemukan Dwight?” Tanyaku.
“Mereka menemukanya esok harinya, lebih dalam di hutan. Tapi dia sudah bukan Dwight lagi. Dia sudah menjadi vampir. Dwight menyerang seluruh rombongan—yang saat itu berjumlah empat orang, termasuk pamanya. Mengisap habis darah mereka didepan mata Coleen” Cesc bangkit dan berjalan menuju jendela, mengintip di celah gordyn yang tersingkap.
“Ada apa?” Tanyaku.
“Tidak ada” Katanya sambil berjalan kembali ke dapur, dan melanjutkan ceritanya.
“Well, saat itu Coleen sangat kalut dengan keadaan Dwight yang baru. Matanya gelap, padahal Dwight yang dkenalnya bermata biru terang yang indah. Wajahnya pucat dan tatapannya membius. Walaupun Dwight tidak menyentuhnya sama sekali saat itu—karena mungkin insting vampirnya mengatakan bahwa mereka sejenis—sama-sama pengghisap darah, tapi Coleen merasa kehidupannya direnggut sekali lagi. Hatinya terasa sakit dan tercabik-cabik. Satu-satunya manusia yang dipercayanya, yang dengan sukarela menerima status drakulanya, sekarang bukan manusia lagi” Cesc mengerjapkan mata beberapa kali, seolah sedang berusaha melihat sesuatu lebih jelas.
“Kurasa sudah waktunya kau pergi bekerja,” Katanya kemudian. Aku melirik jam dinding di seberang ruangan. Dia benar. Aku harus segera mandi dan bergegas.
“Oh, terimakasih mengingatkan aku! Berjanjilah akan menceritakan aku kelanjutannya” Pintaku sambil berjalan ke arah kamarku.
“Tentu” Katanya dan kemudian dia lenyap.
Aku langsung mandi dan berpakaian. Mengikat rambutku asal-asalan dan segera keluar dan mengunci pintu. Berjalan setengah berlari ke arah halte terdekat. Aku tiba di sana jam sepuluh kurang lima menit.
“Selamat pagi,” Sapaku pada seisi toko—Danniene, Mathieu dan Abbey.
“Oh, selamat pagi Carla!” Sapa Danniene hangat sambil menyambutku di depan pintu. Kulihat dia menggenggam secarik kertas memo.
“Selamat pagi,” Sapa Mathieu kemudian sambil tersenyum ramah. Aku membalas senyumannya dengan canggung, tiba-tiba teringat status mereka—penyihir. Sementara Abbey hanya menatap kehadiranku sebentar dan kembali menata cakes di etalase. Potongan rambutnya sangat khas, tapi tidak norak menurutku.
“Cuci piring,” Begitu katanya saat aku menghamipi konter dan memakai celemekku. Well, walaupun dia lebih dulu bekerja disini, tapi aku kan yang lebih tua. Harusnya dia lebih sopan sedikit. Aku berjalan ke arah dapur dan mulai mencuci. Aku mambasahi piring dan hendak menuang sabun. Tapi ternyata sabunnya habis.
“Dimana sabunnya?” Tanyaku kepada Abey.
“Minta pada Danniene” Jawabnya. Sepertinya dia masih sibuk dengan cakes-cakesnya. Aku berjalan ke sisi lain toko dan menemukan Danniene disana.
“Aku kehabisan sabun” Kataku.
“Oh, biar kuambilkan” Katanya kemudian. Dia menunjuk ke arah sudut ruangan, dan tiba tiba salah satu lacinya terbuka dan sebungkus sabun cuci piring melayang keluar dari dalamnya. Aku membelalak kaget saat bungkusan itu melayang perlahan melintasi ruangan dan jatuh tepat diatas tangan Danniene.
“Ini,” Katanya sambil tersenyum jahil dan menyerahkan sabun itu kepadaku. Aku menerimanya saat masih teramat kaget.
“Ba… bagaimana?” tanyau panik.
“Kau sudah tahu jawabanya, Sayang” Kata Danniene. Ya, aku tahu jawabnnya. Tapi apakah dia tidak takut ketahuan orang lain? Aku buru-buru memandang sekeliling. Toko masih sepi dan hanya ada Abbey di sisi lain ruangan panjang itu. Abbey!
“Tidak apa-apa, Carla. Dia juga tahu rahasia kami” Kata Danniene menjawab pertanyaan di kepalaku. Seolah dia mendengar teriakan di kepalaku. “Lebih mudah melakukan semuanya dengan sihir, lebih cepat selesai, hemat waktu” Kata Danniene dan sesaat setelah ia merapikan barang-barang di toserbanya dengan hanya menunjuk-nukjuknya dengan ujung jari. Aku hanya mengaga dibuatnya.
“Tadinya kupikir aku akan puasa menggunakan sihir saat menerimamu bekerja disini, tapi ternyata kau mengatahui ini lebih cepat dari perkiraanku. Well, aku cukup kaget pada awalnya saat tahu kau berhubungan dengan hantu muda itu tapi yah, aku senang bisa leluasa menggunakan sihir lagi sekarang” Katanya menjelaskan pendapatnya tentang hubunganku dengan Cesc.
“Yeah, aku bernegosiasi dengannya mengenai tempat tinggal” Kataku kemudian sambil menimang-nimang sebungkus sabun cair itu. Benda ini baru saja melayang-layang di udara sesaat yang lalu.
“Dia selalu mengusir manusia yang berniat tinggal di flat itu, ini baru sekali terjadi. Aku tidak tahu apakah aku harus memujimu karena berhasil tinggal di flat itu dengan aman” Kata Danniene sambil diselingi tawa.
“Dia bukan hantu yang jahat. Dia tidak pernah sekalipun melukai manusia. Biasanya orang yang akan tinggal di sana langsung pindah setelah seminggu dijahilinya” Lanjut Danniene.
“Dia menjahiliku juga kok, bola lampu yang kendur, kabel telepon, meja-meja” Jelasku. Danniene tertawa mendengarnya. Dan kurasa aku sebenarnya hampir terbunuh olehnya, tapi aku tak menceritakan peristiwa itu, toh Cesc tidak benar-benar membunuhku.
“Benar-benar cara halus untuk mengusir” Komentar Danniene.
“Halus, tapi sangat menjengkelkan” Lanjutku. Kemudian aku mendengar suara Abbey.
“Cuci piring” Katanya dengan suara lantang.
“Oh, sepertinya bukan waktu yang tepat untuk mengobrol” Kata Danniene sambil mengedipkan mata. Aku tersenyum dan berjalan kembali ke dapur, menyelesaikan pekerjaanku. Sebenarnya banyak sekali yang ingin aku tanyakan kepadanya. Khususnya tentang pertemuan mereka—dan aku semalam. Siapa yang menduduki Himalaya? Siapa yang mau memasuki Eropa? Mengapa Cesc yang terlihat paling tidak senang? Tapi sudahlah, aku tidak mungkin mengobrol dengan Danniene disaat pekerjaanku sendiri menggunung. Lagipula disini ada Abbey. Walaupun Danniene sudah mengatakan bahwa Abbey juga sudah mengetahui statusnya yang penyihir itu, aku yakin dia tidak mengetahui sama sekali tentang pertemuan semalam.
Hari ini Abbey membuat banyak sekali cakes. Danniene mengatakan kalau hari minggu seperti ini, kedai biasanya ramai. Aku boleh saja membantu membuat cakes, kata Danniene. Tapi Abbey tidak sependapat. Ia mau mengerjakan semuanya sendirian. Mungkin ia berpikir kalau aku malah akan menghancurkan pekerjaannya. Padahal kemampuanku dalam memasak tidak separah itu, aku bisa membuat berbagai macam cakes dan hidangan lainnya. Tapi tidak apa-apa, mungkin kedai ini sudah memiliki ciri khas dengan cakes buatan Abbey.
Dan benar saja, sejak jam makan siang, pengunjung tidak berhenti berdatangan. Ada yang memang hanya ingin minum kopi, tapi ada juga yang khusus memborong cakes. Dan mereka semua… memakai T-shirt warna merah, dengan lambang perisai dengan meriam di tengahnya. Jersey sepak bola? Dan mereka saling berbincang satu sama lain.

Cerita Fiksi: Suri dan Amarilis, dan petualangan kecil mereka. Part 11.

“Kucing?” Suri masih terheran-heran dengan sosok putih cemerlang yang berjalan perlahan mendekatinya. Tepat setelah angin dingin itu lenyap.
Langkah kaki yang anggun, mata hijau cemerlang, juga bulu putih tebalnya yang berpendar. Indah.

Kucing itu semakin mendekat ke arah Suri. Hingga menyisakan jarak sekitar satu meter, ia berhenti dan menekuk kaki belakangnya—duduk khas seekor kucing, sambil mengibaskan ekornya yang panjang. Kucing putih itu menatap Suri lekat-lekat, tepat ke kedua matanya. Suri semakin heran akan kelakuan kucing putih itu. Ia menatapnya balik.
“Kau yak seharusnya berada di sini” Suara seorang wanita terdengar dari dalam tubuh kucing itu. Suri terlonjak dan terjatuh kembali saking kagetnya.
“Ka… kau berbicara?” Tanya Suri terbata.
“Kenapa? Belum pernah lihat kucing berbicara sebelumnya?” Tanya kucing berkilauan itu. Suri hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saking syoknya. Tentu saja ia belum pernah bertemu binatang yang bisa berbicara sebelumnya.

Jantungnya berdetak kencang dan keringat dingin mulai menitik keluar dari pelpisnya. Kalau kucing ini bisa bicara, hal apa lagi yang mungkin bisa dilakukannya? Rona ketakutan mulai menjalari wajah Suri.
“Kau tak seharusnya berada di tempat ini. Padang ini milikku. Tak boleh ada seorangpun—sesuatupun yang menjejakkan kaki kotor mereka di tanahku!” Bentaknya.
“Ma… maaf, aku tak tahu peraturannya. Sungguh. Aku pendatang” Jawab Suri jujur.
“Dari mana kau berasal?” Tanya kucing itu tanpa membuka mulutnya. Suara yang dihasilkan ternyata memang berasal dari dalam tubuhnya.
“A… aku datang dari Xam. Namaku Suri, aku bersama… adikku, Amarilis” Jawab Suri. Kucing dengan bulu bersinar itu tetap menatap suri lekat-lekat.
“Kau bohong!” Bentaknya. Suri membelalakkan mata karena terkejut. Bagaimana mungkin kucing ini tahu ia berbohong?
“Tidak berdua!! Kalian datang bertiga!!” Bentak kucing itu disertai geraman kasar. “Aku tak suka ada yang membohongiku!!” Teriaknya penuh amarah. Angin sedingin es kmbali berhembus. Tajam, dan menyesakkan. Cahaya di sekitar tubuh kucing itu semakin terang benderang.
“Tunggu dulu! Aku memang hanya datang dengan Amarilis! Aku bersumpah!” Teriak Suri. Ia memang berbohong, karena Amarilis memang bukan adiknya, tapi ia memang datang bersama Amarilis. Mereka memang datang berdua!
Suasana semakn mencekam. Angin dingin itu serasa menyayat kulit wajahnya.
***

Derap langkah-langkah cepat Amarilis memecah keheningan lorong-lorong gelap bangunan sekolah. Sudah hampir seluruh lorong dijelajahinya dan ia tetap tak menemukan Suri.
“Kemana sih dia?” Kata Amarilis yang mulai panik. Ia menyesal telah meninggalkan suri yang kalut tadi. Suri tak mungkin kembali ke flat sewaan mereka karena ini masih jam pelajaran. Gerbang sekolah masih terkunci rapat. “Tapi di mana?” Gumam Amarilis dalam hati.
Amarilis kembali menyusuri lorong-lorong gelap. Hingga pada sebuah persimpangan, ia hampir menabrak seseorang. Amarilis membelalakkan kedua matanya saat menyadari siapa gerangan yang hampir ditabrak olehnya.
“Ma…” Desahnya panik saat sosok itu terlihat semakin jelas. Master Zaida. Amarilis mematung saking kagetnya.
‘Amarili! Astaga! Akhirnya aku menemukanmu!” Seru Master Zaida histeris.
“Eh?” Amarilis ternganga. Bagaimana mungkin Master Zaida mengetahui tentang dirinya?
“Nanti akan kujelaskan! Kita harus segera menemukan Suri!” Kata Master Zaida sambil menarik lengan Amarilis dan menyeretnya untuk sekera melanjutkan perjalanan.
Separuh hati Amarilis tenang karena ada Master Zaida yang akan membantunya menemukan Suri. Namun sebagian lagi tentu saja takut dan cemas tentang hal illegal yang telah dilakukannya bersama Suri.
“Master… Anda tahu aku sedang mencari Suri?” Tanya Amarilis di tengah langkah cepat mereka. Ia sendiri juga bingung menuju kemana sebenarnya mereka berjalan?
“Jangan banyak tanya! Aku tahu di mana Suri. Dia dalam bahaya!” Jawab Master Zaida yang langsung membuat Amarilis kembali tersentak. Darah seolah surut dari wajahnya. Pucat. Hal yang paling tak diinginkannya terjadi.
“Suri dalam bahaya?!”

Rabu, 02 Desember 2009

Kunang-kunang ngga pernah sekeren ini! (Owl City - Fireflies Lyric)

Pertama kali denger + liat video klipnya di Mtv, gua langsung jatuh cinta! Musiknya ear-catching banget, dan sekali denger pun udah bisa langsung ikut nyanyi. Buat yang ngga tau, bisa download di sini

Owl City - Fireflies

You would not believe your eyes
If ten million fireflies
Lit up the world as I fall asleep
Cause they fill the open air
And leave teardrops everywhere
You'd think me rude
But I would just stand and stare.

I'd like to make myself believe
That planet earth turns slowly
It's hard to say that I'd rather stay awake when im asleep
Cause everything is never as it's seems

Cause I'd get a thousand hugs
From ten thousands lightning bugs
As they tried to teach me how to dance
A foxtrot above my head
A sock hop beneath my bed
A disco ball is just hanging by a thread

I'd like to make myself believe
That planet earth turns slowly
It's hard to say that I'd rather stay awake when im asleep
Cause everything is never as it's seems

Leave my door open just a crack
(Please take me away from here)
Cause I feel like such an insomniac
(Please take me away from here)
Why do I'm tired of counting sheep?
(Please take me away from here)
When I'm far too tired to fall asleep

To ten million fireflies
I'm weird cause I hate goodbyes
I got misty eyes as they said farewell
But I'll know where several are
If my dreams get real bizarre
Cause I saved a few and I keep them in a jar

I'd like to make myself believe
That planet earth turns slowly
It's hard to say that I'd rather stay awake when im asleep
Cause everything is never as it's seems

I'd like to make myself believe
That planet earth turns slowly
It's hard to say that I'd rather stay awake when im asleep
Because my dreams are bursting at the seams

lovely isn't it? <3