Selasa, 03 November 2009

Cerita Fiksi: Suri dan Amarilis, dan petualangan kecil mereka. Part 9.

"Tempat ini..." Suri ternganga menyaksikan tempat yang begitu berbeda dengan kampung halamannya. Gedung-gedung besar berdempetan bercat warna pucat menyambut mereka setelah hampir selama lima jam berada di dalam perahu. Berbeda sekali dengan tempat tinggal mereka dahulu, rumah-rumah mungil dengan cerobong asap, bangunan dari batu, juga lapangan luas dan domba-domba.
"Selamat datang di Androd" Bisik Amarilis. Dia sudah tahu seperti apa Androd dari buku-buku yang dibacanya.
"Kota macam apa ini?" Tanya Suri saat mereka berjalan berdampingan dan memandangi bangunan di sepanjang jalan yang ramai.
Suri dan Amarilis tentu menyadari perbedaan mencolok antara kota ini dan kampung halaman mereka.
"Ini kota besar, Suri. Kita tidak akan menemui para ibu yang berbincang di sore hari di sini. Aku bahkan tak yakin mereka saling kenal satu sama lain" Jawab Amarilis. "Setidaknya karena hal itu, kita bisa aman di sini" Lanjutnya.
"Ooh..." Gumam Suri. Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju pusat kota.

Suri asyik memerhatikan para warga lokal yang berkulit pucat dan dengan pakaian yang didominasi warna hitam. Ia bergidik karena mereka lebih terlihat seperti mayat ketimbang warga lokal.
"Suri! Jaga matamu! Jangan melihat berlebihan" Desis Amarilis.
"Habis mereka aneh," Jawab Suri. "Hey, sebenarnya kita mau pergi kemana?" Tanya Suri kemudian.
Amarilis lalu melepas topinya dan mengeluarkan secarik perkamen di dalamnya. Amarilis kemudian menyerahkan potongan perkamen itu kepada Suri.
"Mirr st. 24 B. Apa ini?" Tanya Suri setelah membaca isi perkamen itu.
"Itu alamat kantor imigrasi. Kita harus melapor jika ingin belajar sihir di sini" Jelas Amarilis. Mereka pun melanjutkan perjalanan.

Setelah mengurus dokumen dan mendaftar di sekolah sihir lanjutan, mereka memutuskan untuk segera mencari tempat menginap karena hari mulai gelap dan udara menjadi sangat dingin. Mereka akhirnya menyewa sebuah kamar di salah satu flat dekat sekolah baru mereka. Tanpa mereka ketahui, Master Zaida kemudian menyewa kamar tepat di sebelah kamar mereka.
"Kau tahu? Kita harus segera membeli pakaian baru, kau tahu kan, untuk berbaur. Lagi pula baju-bajuku jadi tidak ada yang muat lagi karena tubuhku jadi dewasa mendadak" Kata Suri sambil menurunkan barang bawaannya dari tas.
"Yeah, bisa kita lakukan besok. Aku capek sekali, aku tidur duluan ya?" Tanya Amarilis. Hari ini memang benar-benar melelahkan.
"Oke. Selamat malam" Kata Suri.
"Malam" Sahut Amarilis sambil menarik selimutnya. Tak butuh waktu lama hingga Amarilis benar-benar terlelap dalam tidurnya. Tak ada teman ngobrol membuat Suri mengantuk. Ia melemparkan tasnya ke lantai di sisi tempat tidurnya dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur.
Ia menatap langit-langit kamar flat suram itu dan teringat pada ibunya. Biasanya ibunya selalu membawakannya segelas susu coklat hangat sebelum tidur. Ia lantas berpikir, sedang apa ibunya sekarang? Apakah warga desa sudah menemukan pakaian mereka yang terkoyak di dalam hutan? Suri memaksa matanya terpejam dan berusaha untuk segera tidur. Banyak yang harus dilakukan esok.

Master Zaida menyihir sebuah tempayan berisi air dengan tongkatnya. Sekejap, air di dalam tempayan itu bergejolak dan memberinya pemandangan di kamar sebelah, tempat Suri dan Amarilis menginap

:to be continued:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar