Keterangan usia karakter:
Peter Pevensie: 17
Susan Pevensie: 16
Edmund Pevensie: 14
Lucy Pevensie: 12
Nuria Harewood: 16
Disclaimer: semua yang berhubungan dengan Narnia adalah milik C S Lewis :)
Chapter 5
Susan dan Lucy berjalan perlahan mengikuti si pemimpin yang terus mengobrol dengan salah satu anak buahnya. Sementara dua orang mengawasi mereka lekat-lekat, menodongkan pedang melengkung mereka, memperkecil kemungkinan mereka bisa melarikan diri. Lagipula situasi ini terlalu berbahaya untuknya dan Lucy melarikan diri, tangan mereka berdua diikat menjadi satu, akan sulit sekali berlari dengan benar, maka ia menurut saja. Sesekali si pemimpin memalingkan wajah mereka untuk mengamati Susan dan Lucy, lalu kembali terlibat perbincangan dengan bahasa yang tak dimengerti kedua Pevensie itu. Dia ingat pernah mengunjungi satu kerajaan di padang pasir yang mempunyai bahasa yang menurutnya serupa tapi ia tak berhasil mengingatnya dengan sempurna. Itu adalah peristiwa saat ia dan saudara-saudarinya memimpin Narnia pada masa golden era, masa keemasan Narnia, dan itu, jelas sudah lama sekali. Waktu itu semua Pevensie memimpin Narnia selama bertahun-tahun, setelah mengalahkan White Witch, samapai mereka semua tumbuh dewasa, lalu mereka kembali begitu saja ke dunia asal mereka melalui lemari pakaian di rumah Professor Kirke—seperti saat mereka pertama datang, dengan usia—dan tubuh yang kembali menciut sebagai anak-anak.
Setelah berjalan pelan sekitar satu jam, mereka tiba di sebuah area perkemahan besar. Banyak sekali tentara-tentara yang sedang memersiapkan senjatanya, Susan sungguh tidak asing lagi dengan tempat seperti ini. Tenda-tenda prajurit yang memanjang, uap mengepul dari kuali besar berisi sup ala kadarnya, juga senjata-senjata yang diletakkan jadi satu. Ini adalah tenda pasukan yang akan berperang. Tenda pasukan yang sedang berperang. Ini adalah kamp pasukan perang.
“Su, ini kan…?” Lucy berusaha keras membuat suaranya sepelan mungkin, supaya hanya Susan yang mendengarnya. Para prajurit, dari yang seusia mereka, sampai yang sama tuanya dengan si pemimpin menampakkan wajah tegang khas peperangan.
“Aku tahu…” bisik Susan kepada adiknya. Mereka berada terlalu dekat dengan kamp tentara ini, makanya mereka ditangkap. Jelas sudah, mereka pasti disandera karena dianggap sebagai mata-mata musuh.
***
“Jadiiii…..” Sahut Nuria sambil menghela napas. “kalian berdua adalah raja di Narnia… dan Susan dan Lucy adalah ratunya? Begitu kan?” Simpul Nuria. Edmund dan Peter baru saja selesai menceritakan awal mula petualangan mereka berempat sebagai Raja dan Ratu di Narnia. Semua diceritakannya dengan detail. Jaman es yang panjang, mengalahkan Jadis the White Bitch (sebutan Edmund untuk Jadis the White Witch) dan pengangkatan mereka oleh Sang Singa Agung.
“Peter adalah High King, kau mengerti kan?” Tanya Edmund. Nuria mengangguk tanda mengerti. Mereka melanjutkan kisah tentang Pangeran Caspian dan bagaimana mereka mengalahkan pasukan Telmarine.
“Kalian benar-benar berperang? Maksudku, perang yang perang?” Tanya Nuria meyakinkan.
“Kalau yang kau maksud adalah perang pengecut yang pakai meriam dan rudal seperti yang terjadi di rumah kita, jawabannya bukan. Kami perang dengan menggunakan pedang, satu pasukan melawan pasukan lain, duel, archery… yang seperti itu lah perang yang kami alami” Jelas Peter.
Nuria memandangi kedua Pevensie lekat-lekat. Masa sih mereka ikut perang colossal seperti begitu?
“Dan… centaur itu benar-benar nyata? Maksudku mereka benar-benar setengah kuda?” Tanya Nuria sambil memungut ranting-ranting kering di antara daun-daun yang berserakan di hutan.
“Ya, ada juga minotaur dan yang lainnya. Dan kau bisa mengajak hewan-hewan berbicara” Sahut Edmund. Semuanya terdengar begitu sinting bagi Nuria. Sempat terpikir olehnya kalau dia sedang bermimpi saat ini. Centaur, binatang berbicara, pohon bergerak semua diceritakan begitu detil oleh Peter dan Edmund. Mereka berdua juga membicarakan soal seluruh portal yang terbuka saat mereka datang ke sini dan beranggapan Nuria tidak sengaja memasuki salah satu portal yang terbuka itu, seperti yang terjadi pada bangsa Telmarine yang aslinya adalah para bajak laut di dunia manusia yang tidak sengaja menemukan dan memasuki portal menuju Narnia. Satu portal terbuka, maka semua portal di seluruh dunia juga terbuka. Seperti ada garis yang menghubungkannya.
Dia pasti membentur sesuatu saat jatuh dari kapal. Ya, dia pasti sedang pingsan dan berhalusianasi sekarang, pikir Nuria.
“Kau baik-baik saja?” Tanya Edmund yang mendapati Nuria merenung. Dia menghampiri Nuria dan memerhatikannya dengan saksama. Nuria menatap kedua mata Edmund yang terasa begitu familier untuknya. Nuria jadi merasa bahwa semua ini memang nyata, benar-benar terjadi. Separuh otaknya menyangkal Narnia sementara sisanya menegaskan yang sebaliknya. Cowok yang dihadapannya benar-benar Edmund. Edmund yang dikenalnya. Edmund yang… oke, yang pernah dia sukai sewaktu kecil. “Pete, kurasa dia masih disorientasi?” Kata Edmund, memanggil kakaknya.
“Kurasa dia hanya syok Ed,” Jawab Peter. “sebaiknya kau duduk saja, biar kami yang kumpulkan kayunya” Kata Peter. Nuria mengangguk tanda setuju. Ia merasa tak punya pilihan lain selaian menuruti kata-kata Peter. Peter raja kan?
Kepalanya juga masih terasa aneh dan berat.
Nuria berjalan kembali ke arah danau dan duduk meluruskan kakinya dibawah pohon besar yang rindang. Dia melongokkan kepalanya ke belakang, memastikan ia masih bisa melihat Edmund dan Peter yang masih serius mengumpulkan kayu bakar, tak ingin benar-benar sendirian. Setelah yakin kedua Pevensie masih dalam jangkauan matanya, Nuria mulai merilekskan punggungnya. Dia mulai terbiasa dengan pakaianannya yang masih lembab. Memerhatikan air danau yang begitu tenang, Nuria menyandarkan kepalanya dan menutup kedua matanya. Membiarkan angin sore berhembus menerpanya. Wangi kayu dan dedaunan kering yang khas membelai penciumannya. Walaupun tempat ini luar biasa indah, tetap saja, dia merasa tak nyaman. Dia tak seharusnya ada di sini. Dia tak seharusnya mengetahui tentang Narnia dan semuanya. Seperti yang dikatakan Peter, ia hanya tak sengaja memasuki portal yang terbuka. Oh, betapa ia ingin kembali ke Liverpool saat ini juga.
Mereka membuat api unggun dan Edmund berhasil mengumpulkan beberapa buah apel untuk makan malam.
“Kita jadi vegetarian malam ini?” Tanya Edmund saat melihat Peter membawa beri liar dengan topi nya. Peter tersenyum menanggapinya.
“Untuk malam ini, ya, semoga kita bisa menangkap beberapa ekor ikan besok, di danau itu pasti ada ikannya kan” Kata Peter sambil menyerahkan buah beri itu kepada Edmund.
“Kuharap kau suka apel?” Tanya Edmund kepada Nuria. Nuria kemudian mengambil apel-apel yang dibawa Edmund dan memerhatikannya lekat-lekat. Setelah duduk dan merilekskan pikirannya sejenak barusan, dia jadi lebih bisa berpikir dengan jernih. Walaupun fakta nahwa dia sedang jauh dari rumah tetap mengganggunya.
“Kau yakin apel liar ini tidak beracun?” Tanya Nuria.
“Tidak, itu apel biasa kok. Aku tahu mana buah yang beracun dan yang tidak, ini bukan yang pertama untukku dan Peter” Jelas Edmund.
“Oke” Kata Nuria ragu. Dia duduk di samping Edmund, menghadap ke danau. Suasana begitu damai dan sunyi. Matahari sore yang menyorot mereka, membuat bayangan panjang dari tubuh mereka. Peter yang baru saja kembali setelah mengikat persedian kayu bakar, duduk di sisi lain Edmund dan menghela napas panjang.
“Kita harus punya rencana untuk besok Ed,”
“Melakukan perjalanan lagi? Seperti terakhir kita datang?” Tanya Edmund jengkel.
“Memang itu yang selalu terjadi kan? Setiap kita datang ke Narnia, kita melakukan perjalanan. Pertama kali kita datang, kita berjalan jauh untuk menemui Aslan, lalu yang kedua…” Edmund memotong kalimat Peter.
“Perjalanan mencari penduduk Narnia, aku masih ingat Pete”
“Selalu ada yang harus kita selesaikan, itulah mengapa kita ada di sini” Kata Peter. “pasti ada sesuatu yang terjadi sehingga kita dikirim kembali ke tempat ini” Peter memerhatikan raut wajah adiknya lekat-lekat. Memang baru kemarin mereka kembali ke London dan saat ini mereka sudah kembali ke Narnia. Edmund pasti masih lelah akan pertempuran melawan Telmarine yang benar-benar menguras tenaga.
Edmund akhirnya mengangguk.
“Kau benar, pasti ada yang harus kita lakukan, makanya Aslan mengirim kita kembali ke sini. Oke, besok kita berjalan keluar dari hutan ini. Narnia ada di utara, dimanapun kita sekarang, pertama kita harus menemukan penduduk lokal dan menanyakan kerajaan terdekat?” Edmund memberi saran. Peter menganggukkan kepala tanda setuju.
“Uh… hello kaian berdua… lalu aku bagaimana?” Nuria menyela keduanya.
“Kau? Tentu saja ikut bersama kami. Memangnya kau mau tingga di sini hah?” Jawab Edmund.
“Maksudku, kalian akan berjalan menuju kerajaan kalian, rumah kalian. Kalian pulang! Aku? Aku juga ingin pulang!” Sambar Nuria. Mereka berdua terlihat biasa-biasa saja dan sangat mengenal situasi tempat ini. Sementara Nuria merasa sangat terasing dan tak tahu apa-apa. Ketidaktahuannya membuatnya tidak nyaman.
“Nuria, kami janji akan membawau pulang. Aku paham kalau kau tak ingin berada di sini, ini bukan tempatmu. Tapi kami tak bisa melakukannya tanpa Aslan, dan untuk menemukan Aslan, kita harus kembali ke Narnia oke? Kau. Ikut. Kami.”
sekali lagi, Nuria merasa tak punya daya untuk menyangkal perkataan Peter. Entah karena dia memang tak punya pilihan lain selain ikut dengan mereka atau kharisma Peter yang terasa begitu kuat, membuat tak seorangpun berani menyangkalnya? Oh ya, tentu saja, dia kan Raja.
:tbc:
1 kata.
BalasHapusLanjuutkaaan~~!
oke boss!
BalasHapus