Jumat, 04 Desember 2009

Cerita Fiksi: Suri dan Amarilis, dan petualangan kecil mereka. Part 11.

“Kucing?” Suri masih terheran-heran dengan sosok putih cemerlang yang berjalan perlahan mendekatinya. Tepat setelah angin dingin itu lenyap.
Langkah kaki yang anggun, mata hijau cemerlang, juga bulu putih tebalnya yang berpendar. Indah.

Kucing itu semakin mendekat ke arah Suri. Hingga menyisakan jarak sekitar satu meter, ia berhenti dan menekuk kaki belakangnya—duduk khas seekor kucing, sambil mengibaskan ekornya yang panjang. Kucing putih itu menatap Suri lekat-lekat, tepat ke kedua matanya. Suri semakin heran akan kelakuan kucing putih itu. Ia menatapnya balik.
“Kau yak seharusnya berada di sini” Suara seorang wanita terdengar dari dalam tubuh kucing itu. Suri terlonjak dan terjatuh kembali saking kagetnya.
“Ka… kau berbicara?” Tanya Suri terbata.
“Kenapa? Belum pernah lihat kucing berbicara sebelumnya?” Tanya kucing berkilauan itu. Suri hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saking syoknya. Tentu saja ia belum pernah bertemu binatang yang bisa berbicara sebelumnya.

Jantungnya berdetak kencang dan keringat dingin mulai menitik keluar dari pelpisnya. Kalau kucing ini bisa bicara, hal apa lagi yang mungkin bisa dilakukannya? Rona ketakutan mulai menjalari wajah Suri.
“Kau tak seharusnya berada di tempat ini. Padang ini milikku. Tak boleh ada seorangpun—sesuatupun yang menjejakkan kaki kotor mereka di tanahku!” Bentaknya.
“Ma… maaf, aku tak tahu peraturannya. Sungguh. Aku pendatang” Jawab Suri jujur.
“Dari mana kau berasal?” Tanya kucing itu tanpa membuka mulutnya. Suara yang dihasilkan ternyata memang berasal dari dalam tubuhnya.
“A… aku datang dari Xam. Namaku Suri, aku bersama… adikku, Amarilis” Jawab Suri. Kucing dengan bulu bersinar itu tetap menatap suri lekat-lekat.
“Kau bohong!” Bentaknya. Suri membelalakkan mata karena terkejut. Bagaimana mungkin kucing ini tahu ia berbohong?
“Tidak berdua!! Kalian datang bertiga!!” Bentak kucing itu disertai geraman kasar. “Aku tak suka ada yang membohongiku!!” Teriaknya penuh amarah. Angin sedingin es kmbali berhembus. Tajam, dan menyesakkan. Cahaya di sekitar tubuh kucing itu semakin terang benderang.
“Tunggu dulu! Aku memang hanya datang dengan Amarilis! Aku bersumpah!” Teriak Suri. Ia memang berbohong, karena Amarilis memang bukan adiknya, tapi ia memang datang bersama Amarilis. Mereka memang datang berdua!
Suasana semakn mencekam. Angin dingin itu serasa menyayat kulit wajahnya.
***

Derap langkah-langkah cepat Amarilis memecah keheningan lorong-lorong gelap bangunan sekolah. Sudah hampir seluruh lorong dijelajahinya dan ia tetap tak menemukan Suri.
“Kemana sih dia?” Kata Amarilis yang mulai panik. Ia menyesal telah meninggalkan suri yang kalut tadi. Suri tak mungkin kembali ke flat sewaan mereka karena ini masih jam pelajaran. Gerbang sekolah masih terkunci rapat. “Tapi di mana?” Gumam Amarilis dalam hati.
Amarilis kembali menyusuri lorong-lorong gelap. Hingga pada sebuah persimpangan, ia hampir menabrak seseorang. Amarilis membelalakkan kedua matanya saat menyadari siapa gerangan yang hampir ditabrak olehnya.
“Ma…” Desahnya panik saat sosok itu terlihat semakin jelas. Master Zaida. Amarilis mematung saking kagetnya.
‘Amarili! Astaga! Akhirnya aku menemukanmu!” Seru Master Zaida histeris.
“Eh?” Amarilis ternganga. Bagaimana mungkin Master Zaida mengetahui tentang dirinya?
“Nanti akan kujelaskan! Kita harus segera menemukan Suri!” Kata Master Zaida sambil menarik lengan Amarilis dan menyeretnya untuk sekera melanjutkan perjalanan.
Separuh hati Amarilis tenang karena ada Master Zaida yang akan membantunya menemukan Suri. Namun sebagian lagi tentu saja takut dan cemas tentang hal illegal yang telah dilakukannya bersama Suri.
“Master… Anda tahu aku sedang mencari Suri?” Tanya Amarilis di tengah langkah cepat mereka. Ia sendiri juga bingung menuju kemana sebenarnya mereka berjalan?
“Jangan banyak tanya! Aku tahu di mana Suri. Dia dalam bahaya!” Jawab Master Zaida yang langsung membuat Amarilis kembali tersentak. Darah seolah surut dari wajahnya. Pucat. Hal yang paling tak diinginkannya terjadi.
“Suri dalam bahaya?!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar