Berada di desa yang terisolasi tak membuat Wenger patah arang. Dia yakin menjadi pebola profesional bukanlah impian yang terlampau tinggi untuk diraih. Caranya, dia berlatih sangat tekun dan berdisiplin.
"Jika ingin bekerja dengan baik, kita harus mampu menjaga tubuh. Karena tak punya fisik yang kuat, saya cepat sadar akan hal in. Saya masih ingat, kala di tim village, 11 pemain menghabiskan 10 botol anggur setelah bertanding. Saya adalah satu-satunya yang tak minum. Mereka menjadikan budaya itu untuk mempererat ikatan. Tapi, saya punya komitmen untuk merealisasikan mimpi menjadi pebola profesional" Kenang Wenger.
Hal lain yang membedakan wenger dari rekan-rekan sebayanya pada waktu itu adalah komitmennya terhadap pendidikan. Sambil bermain bola, dia tetap meneruskan kuliahnya di University of Strasbourg hingga menggapai gelar sarjana ekonomi. Bahkan sempat menimma ilmu di Inggris. Tepatnya di Cambridge.
"Para pebola profesional Perancis kerap menghabiskan waktu liburan di Club Med. Saya membeli tiket pesawat ke London. Seorang teman menyarankan saya kuliah di Cambridge untuk memperdalam bahasa Inggris. Saya menimba ilmu selama tiga pekan. Di sana, saya menyewa sepeda sebagai alat transportasi" Kisah Wenger. "Teman-teman setim menganggap saya sudah gila"
Bukan tanpa alasan Wenger tetap memprioritaskan sekolah.
"Dulu, orang-orang menganggap pebola itu berotak udang. Jika berpapasan dengan orang dan kita mengaku sebagai pebola, dia akan cepat pergi meninggalkan kita. Satu-satunya cara untuk mendapat pengakuan adalah dengan menjadi seorang mahasiswa" Paparnya.
Kedua orang tua Wenger, Alphonse dan Louise, menentang sang anak kala memilih sepak bola sebagai jalan hidup. Mereka lebih suka Wenger melanjutkan bisnis sukucadang kendaraan yang mereka rintis. Mereka pun sangat menentang kala Wenger menjadi pelatih tim junior Strasbourg karena itu berarti dia harus mencurahkan seluruh perhatian kepada sepak bola.
Namun begitu, kedua orang tua Wenger pun akhirnya luluh juga menyaksikan kesuksesan anaknya menjadi pelatih klub-klub besar seperti AS Monaco, Nagoya Grampus, dan kini Arsenal FC.
*Sumber: Soccer Series: Cannon Revolution.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar