Tujuan gua membuat blog, sebenernya adalah supaya gua punya wadah untuk menyalurkan hobi nulis gua. Gua suka banget nulis. Entah itu cerpen, humor, atau kadang, gua juga sering mengupas suatu hal.
Nah, entri pertama gua hari ini gua akan menceritakan kisah tentang dua orang penyihir yang bernama Suri dan Amarilis. Semoga dapat menghibur :)
Pada suatu petang, sepasang penyihir muda sedang belajar membuat ramuan. Di sebuah gubug reot dan suram, mereka berdebat seputar bahan-bahan ramuan yang ternyata hilang.
"Bagaimana mungkin hilang? Aku sudah memasukkan semuanya ke dalam tas!" Bentak Suri. Ia merebut tas dalam genggaman Amarilis dan mengeluarkan semua isinya. Hanya ada pena, perkamen dan botol tinta. Tidak ada bahan yang mereka butuhkan; jamur jeruk, kaki lalat, dan bulu telinga gajah.
"Aku juga tidak tahu, seingatku juga tidak ada yang tertinggal" Sahut Amarilis dengan wajah pucat. Ia tahu mereka tidak mungkin kembali ke sekolah untuk mengambil kembali bahan-bahan. Sekolah sudah dikunci, terlebih lagi, mereka sebenarnya mendapatkan bahan-bahan itu dengan cara mencuri. Mereka mengendap-endap dan menyamar untuk mencuri bahan-bahan ramuan di gudang sekolah saat semua guru sedang mengadakan rapat bulanan.
"Oh tidak! Ini kan kesempatan satu bulan sekali!" Keluh Suri sambil membanting tas dalam genggamannya.
Amarilis melepas topi kerucutnya dan mengeluarkan secarik perkamen di dalamnya.
"Kita kehilangan separuh bahan" Desah Amarilis sambil membaca lembaran perkamen di tangannya.
"Kita kehilangan apa?" Tanya Suri.
"Jamur Orange musim panas, delapan kaki kanan lalat, dan sepuluh gram bulu telinga gajah" Jawab Amarilis.
"Kita harus kembali ke sekolah kalau mau melanjutkan... Toko bahan-bahan ramuan tidak akan menjual bahan-bahan itu pada penyihir amatir seperti kita" Kata Suri sambil merapikan perlengkapan ramuan lainnya.
"Kau gila? Kita bisa ketahuan kalau menerobos masuk ke gedung sekolah" Amarilis menolak ajakan Suri. "sudah kubilang, membuat ramuan penukar jasad bukan ide bagus" Amarilis menyadari bahwa ia tak seharusnya menerima ajakan Suri sedari awal.
"Kau ini ngomong apa? Kalau kita berhasil membuat ramuan ini, kita bisa dengan mudah menyamar untuk melakukan sihir terlarang!" Sahut Suri bersemangat. Sudah sejak lama dia ingin sekali melakukan sihir tingkat atas. Dia sudah bosan akan larangan dan batasan usia. "memangnya kau tidak kesal? Kita hanya boleh melakukan sihir simpel seperti mengupas buah, menggerakkan benda dan menyalakan perapian?" Tanya Suri kepada teman baiknya itu.
"Tentu saja" Kalimat Suri menyadarkannya akan keinginan terpendam menguasai sihir tingkat atas yang sangat dibatasi oleh para penyihir dewasa.
Akhirnya, mereka berdua memutuskan untuk kembali ke sekolah.
Bangunan sekolah yang didominasi oleh batu-batuan terlihat sangat menyeramkan karena hanya diterangi cahaya perak rembulan.
Suri dan Amarilis mengenakan jubah panjang bertudung mereka dan mengendap-endap melewati pagar tembok yang berlubang. Pintu rahasia itu memang hanya diketahui mereka berdua. Dan satu-satunya jalan masuk yang tidak dilindungi segel khusus.
Mereka langsung berlari melintasi lapangan gelap menuju lorong yang menghubungkan gedung utama dengan gudang penyimpanan yang letaknya lebih ke dalam, masuk ke bagian belakang gedung.
Mereka terus berlari, tanpa mereka ketahui ada yang mengamati gerak-gerik mereka. Pria bertudung dengan tongkat sihir ditangannya menyangka mereka adalah penyusup dari sekolah sihir lain. Antara satu sekolah dengan sekolah sihir lain memang sangat menjunjung tinggi persaingan. Mulai dari cara bersaing yang bersih sampai cara-cara kotor untuk saling menjatuhkan reputasi.
Suri dan Amarilis tiba di depan pintu gudang dengan napas tersengal. Jantung mereka berdegup kencang, bukan hanya karena berlari sepanjang jalan, tapi juga karena takut ketahuan.
"Kalau sampai ketahuan matilah kita" Kata Amarilis menyesali keputusannya.
"Berhasil tidaknya itu hasil akhir, yang penting berusaha" Suri menyela kebimbangan sahabatnya.
Sebenarnya Amarilis tidak terlalu optimis akan tindakan mereka, hanya saja, rasa hormatnya terhadap Suri membuatnya tetap bertahan. Suri selama ini sudah seperti kakak yang selalu ada dan melindungi Amarilis dari gangguan teman-teman sebayanya. Amarilis memang tipe anak lemah yang selalu jadi sasaran keisengan teman sebaya. Dibandingkan dengan Suri yang anak orang kaya, Amarilis hanyalah anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan. Dia selalu minder dalam bergaul sampai akhirnya ia bertemu dengan Suri. Sejak saat itulah dia tidak terlalu memikirkan status sosialnya dan belajar lebih giat.
"Hey, Amarilis. Kau kan pintar, kau pasti tahu mantera untuk membuka kunci pintu ini" Kata Suri membuyarkan lamunan Amarilis tentang masa lalunya.
"Eh... Ya... Hmm... Ini segel berlapis..." Kata Amarilis sambil meraba pintu gudang yang terlihat biasa-biasa saja itu. Amarilis mengerutkan dahi, ia tidak pernah menghadapi segel berlapis serumit ini sebelumnya.
"Lalu?" Tanya Suri.
"Entahlah... Akan kucoba..." Amarilis mencoba mengingat-ingat segala macam mantera pelepas segel. Suasana hening sementara Suri membiarkan Amarilis berpikir. Tanpa disadari pria bertudung itu sudah berdiri di belakang mereka.
"Kalian?!" Bentak pria bertudung itu. Sontak Suri dan Amarilis melompat saking kagetnya.
"Master Roman?!" Kata Suri dan Amarilis berbarengan menyadari sosok yang memergoki mereka.
:to be continued:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar